Peran Media dalam Memperkuat atau Melemahkan Nilai Agama di Masyarakat


    Perkembangan internet dan media sosial telah mengubah cara masyarakat mengonsumsi informasi, termasuk informasi keagamaan. Generasi muda lebih cenderung mencari informasi melalui platform digital, sedangkan masyarakat menengah ke bawah dan kelompok usia di atas 50 tahun masih mengandalkan media massa seperti televisi dan surat kabar. Media sosial memungkinkan individu untuk terhubung dengan komunitas keagamaan secara lebih luas, berbagi pengalaman, serta mendapatkan bimbingan spiritual dengan cepat. Namun, keberagaman informasi yang tersedia juga berpotensi menimbulkan misinterpretasi dalam pemahaman agama.

Contoh Acara yang Membawa Nilai Keagamaan

  • Siraman Qolbu - Mamah dedek
  • Ruqyah - Ustadz Faizar (Islam)
  • Mimbar Agama Kristen (Kristen)
  • Login - Habib Ja’far dan Onad (konten religi dengan pendekatan modern)

Media Massa dan Media Sosial Saling Mempengaruhi

    Media sosial kini menjadi faktor utama dalam menentukan isu yang berkembang di masyarakat. Konten yang viral sering kali muncul di media sosial terlebih dahulu sebelum diangkat oleh media massa, atau sebaliknya.

    Saat ini, media massa dan media sosial saling memengaruhi dalam membentuk opini publik tentang isu keagamaan. Banyak isu atau konten viral yang pertama kali muncul di media sosial sebelum akhirnya diliput oleh media massa. Sebaliknya, berita dari media massa juga sering disebarkan kembali melalui media sosial, memperluas jangkauan informasinya. Namun, dominasi media sosial semakin kuat, sehingga isu-isu yang berkembang di masyarakat kini lebih banyak ditentukan oleh apa yang viral di platform digital. Fenomena ini dapat berdampak pada penyebaran informasi agama, baik dalam bentuk edukasi maupun kontroversi.

Contoh Kasus Gus Miftah


    Kontroversi yang melibatkan Gus Miftah terkait insiden dengan pedagang es teh mendapatkan sorotan luas dari media. Peristiwa ini terjadi saat acara Magelang Bersholawat pada akhir November 2024, di mana Gus Miftah melontarkan candaan yang dianggap merendahkan seorang pedagang es teh bernama Sunhaji. Dalam video yang beredar, Gus Miftah bertanya kepada Sunhaji, "Es tehmu masih banyak tidak? Masih? Ya sana jual goblok!"

    Tindakan tersebut memicu kritik tajam dari masyarakat dan netizen, yang menilai bahwa sebagai seorang tokoh agama, Gus Miftah seharusnya menunjukkan sikap yang lebih santun dan menghargai sesama. Beberapa pelajaran yang dapat kita ambil dari insiden ini antara lain:

  1. Pentingnya Empati dan Penghormatan: Sebagai individu, terutama yang memiliki pengaruh publik, penting untuk menunjukkan empati dan menghormati semua lapisan masyarakat, termasuk mereka yang bekerja di sektor informal. Candaan atau ucapan yang merendahkan dapat melukai perasaan dan menciptakan kesenjangan sosial.

  2. Kehati-hatian dalam Bercanda: Bercanda memiliki batasannya, terutama di depan umum. Candaan yang tidak tepat dapat disalahartikan dan menimbulkan kontroversi. Dalam Islam, adab bercanda menekankan untuk tidak menyakiti perasaan orang lain. 

  3. Tanggung Jawab Figur Publik: Tokoh agama dan figur publik lainnya memiliki tanggung jawab lebih dalam menjaga ucapan dan tindakan mereka, karena dapat menjadi panutan bagi masyarakat. Kesalahan kecil dapat berdampak besar dan mempengaruhi persepsi publik.

  4. Pentingnya Klarifikasi dan Permintaan Maaf: Setelah insiden tersebut, Gus Miftah menyadari kesalahannya dan mengunjungi rumah Sunhaji untuk meminta maaf secara langsung. Tindakan ini menunjukkan bahwa mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah langkah penting dalam memulihkan hubungan dan menjaga keharmonisan sosial. 

Media dapat Memperkuat dan Melemahkan

    Media memiliki dua sisi dalam kaitannya dengan penyebaran nilai agama. Di satu sisi, media dapat memperkuat nilai agama dengan mempercepat penyebaran informasi keagamaan, menyediakan pilihan konten yang sesuai dengan kebutuhan umat, serta membangun keyakinan melalui dakwah digital. Namun, di sisi lain, media juga dapat melemahkan nilai agama melalui fenomena "agama kafetaria", di mana individu hanya memilih ajaran yang sesuai dengan preferensinya tanpa memperhatikan ajaran utuh dari agama tersebut. Selain itu, sinkretisme pengalaman—di mana individu menggabungkan berbagai pengalaman spiritual tanpa bimbingan yang jelas—dapat menimbulkan pemahaman agama yang kurang mendalam.

Memperkuat:
  • Kecepatan penyebaran informasi, nilai-nilai yang tersebar jadi lebih mudah diakses
  • Pilihan informasi yang sangat beragam dan sesuai kebutuhan
  • Lebih efektif dan efisien dalam menyebarkan nilai agama
  • Membangun dan meyakinkan suatu nilai
  • Menciptakan vitalitas baru, dengan sharing same interest
Melemahkan:
  • Munculnya "agama kafetaria" (memilih ajaran secara selektif tanpa mengikuti ulama).
  • Sinkretisme pengalaman (penggabungan pengalaman spiritual tanpa dasar agama yang jelas).
    "Jika Anda tidak berhati-hati, surat kabar akan membuat Anda membenci orang-orang tertindas, dan mencintai orang-orang yang melakukan penindasan."
    
    Kutipan diatas menggambarkan bagaimana media dapat membentuk opini publik, termasuk dalam konteks agama. Penyebaran informasi yang tidak akurat atau memiliki agenda tertentu dapat mengubah cara masyarakat memahami suatu ajaran agama. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memiliki literasi media agar mampu memilah informasi yang valid dan tidak mudah terpengaruh oleh narasi yang menyesatkan.

Kesimpulan

    Media memiliki peran yang kompleks dalam penyebaran nilai agama. Di satu sisi, media dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam menyebarluaskan ajaran agama dan membangun komunitas keagamaan yang lebih kuat. Namun, jika tidak digunakan dengan bijak, media juga dapat menimbulkan dampak negatif seperti penyebaran informasi palsu, sinkretisme, serta pemahaman agama yang dangkal. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat, tokoh agama, dan pemerintah untuk bekerja sama dalam mengatur dan mengedukasi penggunaan media dalam konteks keagamaan agar dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi umat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendahuluan: Media dan Agama

TEORI KOMUNIKASI AGAMA